Saat membangun rumah, kita pasti menginginkan desain yang bisa membuat rumah terasa sejuk dan adem. Sebab, rumah yang terasa pengap dan panas sepanjang waktu pasti membuat penghuni rumah tidak nyaman, terutama saat tidur. Beberapa orang percaya salah satu aspek penting yang membuat rumah lebih sejuk adalah ketinggian plafon rumah.
Plafon rumah adalah atap yang terlihat dari dalam rumah. Plafon ini juga sering disebut sebagai langit-langit rumah. Biasanya rumah-rumah di Indonesia memakai plafon berwarna putih yang terbuat dari gypsum.
Saat kita hendak memasang plafon, tidak bisa dilakukan sembarang. Ketinggiannya harus diperhitungkan agar sirkulasi udara maksimal di dalam rumah. Bahkan disarankan plafon sebaiknya dibuat setinggi mungkin.
Rumah dengan plafon rendah terkesan sempit dan sesak. Sementara langit-langit yang tinggi membuat hunian tampak luas dan lega. Lantas, berapa tinggi plafon yang pas? Adakah tinggi ideal plafon rumah?
Menurut Arsitek Denny Setiawan, rumah dengan plafon tinggi tidak dapat menjamin rumah menjadi lebih sejuk. Justru rumah dengan plafon tinggi membutuhkan energi lebih untuk mendinginkan ruangan jika di dalamnya ditambahkan AC.
Dengan demikian, saat membangun rumah dengan plafon tinggi, kita tidak bisa sembarangan menentukan ketinggiannya. Perlu mempertimbangkan keseluruhan atau proporsi rumah. Jangan sampai rumah terasa kecil padahal plafon sudah menjulang tinggi.
“Saya selalu menyarankan ketinggian (rumah) itu secukupnya supaya tidak boros material. Prinsipnya adalah bagaimana kita meminimalisasi penggunaan material,” ujar Denny
Denny rumah setidaknya memiliki banyak ventilasi, tritisan, dan jendela agar terasa lebih sejuk dan hemat material pembangunannya.Lebih lanjut, berikut penjelasannya.
Perbanyak Ventilasi Udara
Setiap ruangan seharusnya mempunyai ventilasi udara agar ada aliran udara yang sejuk. Setidaknya ada dua ventilasi di setiap ruangan untuk menciptakan ventilasi silang. Ventilasi yang baik memungkinkan udara panas dan kelembapan tidak terperangkap di dalam rumah. Dengan begitu, suhu udara bisa keluar masuk melalui ventilasi tersebut. Ventilasi silang ini juga lebih optimal apabila ditambah dengan adanya kipas angin.
“Memang udara semakin panas saat ini, tapi dengan desain yang benar, dengan arsitektur yang benar, yang denahnya baik itu otomatis membuat masalah panas itu harusnya tidak jadi masalah lagi,” ucapnya.
Batasi Pancaran Sinar Matahari
Meskipun ada ventilasi yang cukup, rumah bisa panas apabila sinar matahari menyorot langsung ke dalam rumah. Dengan begitu, kita bisa batasi pancaran sinar dengan menggunakan tritisan. Denny mengimbau agar menghindari memasang jendela yang mengarah ke mata angin barat agar rumah tetap adem.
“Di arah mata angin barat itu biasanya ketika sore hari itu panas yang membuat kita nggak nyaman. Jadi di arah barat pilihannya adalah kita nggak buka jendela di sana, atau kalau kita mau buka jendela, kita pasang kisi-kisi,” ujarnya.
Gunakan Bahan Penghalau Panas
Tidak hanya perlu menghalau sinar matahari, kita juga harus mencegah masuknya hawa panas menggunakan styrofoam daur ulang. Bahan expanded polystyrene (EPS) styrofoam bisa menjadi bahan untuk membuat dinding rumah penghalau panas.
“Styrofoam itu penghalau panas sebenarnya. Dia nggak menghantar panas ke dalam (rumah). Jadi styrofoam disemen kiri dan kanan (menjadi tembok). Itu secara perhitungan saya sendiri, penelitian saya itu mengurangi suhu secara pasif itu minus 3 derajat selsius,” jelasnya.
Selain itu, ada material alternatif lain yang bisa digunakan seperti roster atau kerawang bata untuk menghalau panas. Dengan membangun penghalang dari bahan itu, memungkinkan penghuni rumah membuka pintu dan jendela untuk mendapat aliran udara sejuk tanpa khawatir privasi terganggu.
Tinggi Ideal Plafon Rumah
Direktur Utama PT Sanskara Bumi Perkasa, Harismawan Akbar Dwiatmojo, mengatakan tinggi ideal plafon rumah sebaiknya tidak kurang dari 2,4 meter (m) dari lantai. Selain dilihat dari jarak, ketinggian plafon yang ideal juga dipengaruhi oleh iklim wilayah di rumah itu berada. Sebagai contoh di Indonesia, sebaiknya ketinggiannya sekitar 2,8-3,2 meter untuk daerah yang bersuhu panas dan 2,4-2,5 meter untuk daerah yang lebih dingin.
“Untuk rumah di daerah dingin sebenarnya dapat dibuat lebih pendek karena mampu menangkap panas sehingga dapat hemat energi. Untuk bangunan rumah di daerah tropis dibuat sebaliknya, agar sirkulasi udara lebih lancar dan udara panas tidak terperangkap di dalam rumah,” tuturnya
Dikutip dari Alexander and Pearl, untuk rumah yang berada di daerah yang lebih dingin dari Indonesia, plafon yang disarankan adalah yang rendah sehingga memberikan rasa hangat dan nyaman. Namun, perlu diingat plafon yang rendah membuat ruangan terasa sempit dan tidak disarankan untuk memasukkan perabotan yang terlalu tinggi.
Alasan plafon rendah tidak cocok di Indonesia dikarenakan suhu panas bisanya terperangkap di plafon rumah. Semakin dekat dengan plafon, maka penghuni rumah akan sering merasakan panas dan pengap. Sebagai gantinya, kita bisa membuat banyak ventilasi udara seperti jendela atau lubang di beberapa sisi rumah agar ada pergantian udara.
Sebaliknya, plafon yang tinggi membuat rumah terasa lega dan terbuka. Hunian juga terkesan lebih luas, megah, dan sirkulasi udaranya bagus. Tinggi rendahnya plafon juga berpengaruh pada pencahayaan rumah. Plafon yang tinggi pemasangan jendela akan mengikuti dengan luas fasad rumah. Semakin tinggi fasadnya, maka sinar matahari bisa masuk lebih mudah. Sementara itu, Hunian apabila plafon pendek, pencahayaan dari matahari akan masuk secukupnya.
Cara Menghitung Tinggi Ideal Plafon Rumah
Jika kita membangun rumah sendiri, cara menghitung tinggi plafon rumah bisa dilakukan dengan menjadikan tinggi badan sebagai patokan. Caranya tambahkan ukuran tinggi badan dengan 76 centimeter (cm).
Sebagai contoh tinggi badan kita misalnya 180 cm. Maka 180 + 76 cm = 256 cm atau setara 2,56 m. Maka 2,56 meter adalah tinggi ideal plafon rumah Z.
Tinggi plafon ini juga bisa jadi acuan untuk acuan di ruangan lain seperti kamar tidur atau kamar mandi.