Presiden Joko Widodo memiliki program untuk pengadaan perumahan di Indonesia bernama Program Sejuta Rumah (PSR). Jelang akhir masa jabatannya bulan depan, bagaimana progres program tersebut?
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaporkan capaian PSR hingga akhir Juli 2024 sudah menembus 617.622 unit atau sekitar 59,23% dari total target nasional.
“Capaian PSR Juli 2024 sebesar 617.622 unit atau 59.23 persen dari total target nasional. Angka tersebut meliputi capaian pembangunan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 484.119 unit dan non MBR sebesar 133.503 unit di seluruh Indonesia,” sebut Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto.
Jika dilihat secara year on year, capaian PSR bulan Juli 2024 sebesar 617.622 unit mengalami peningkatan dibandingkan capaian PSR bulan Juli 2023 yaitu sebesar 585.604 unit.
“Kami yakin menjelang akhir tahun 2024 ini jumlah capaian PSR bisa menembus angka satu juta unit. Sebab saat ini proses pembangunan rumah di lapangan juga terus dilaksanakan dan kebutuhan hunian layak oleh masyarakat juga terus meningkat,” ujar Iwan.
Menanggapi capaian pembangunan perumahan dari Program Sejuta Rumah ini, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengungkapkan program ini memiliki target realisasi yang sedikit apabila dibandingkan dengan angka backlog rumah yang mencapai Rp 12,7 juta.
“Kalau sejuta rumah ini yang ada adalah reliable. Itu kan hanya yang dibiayai sama FLPP itu rumah barunya. Kemudian kalau pun yang lainnya rumah sewa itu kecil kan jumlahnya, tidak bisa sampai 10.000. Kemudian menggunakan pembangunan Rutilahu (Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni) kan jumlahnya juga relatif kecil seperti itu. Dari angka itu, bagi sebuah program, reliablenya, realisasinya, yang pembiayaan rumah baru itu kan memang sangat sedikit,” jelas Joko.
Program Sejuta Rumah ini perlu ada evaluasi, katanya, salah satunya perihal kebijakan. Sebab, kebijakan dapat mempengaruhi perkembangan lingkungan di sektor properti.
“Harus, karena pendekatannya kan menjadi faktor penumbung ekonomi. Otomatis harus lebih besar, efort yang lebih banyak, dan perhatian atas kebijakan itu,” ujar Joko.
Selain kebijakan, Joko juga berharap ada peningkatan dalam penganggaran karena pemerintah hanya mengalokasikan 0,6% anggaran APBN untuk perumahan. Kemudian, kuota FLPP juga tidak begitu banyak hanya sekitar 166.000-200.000 pada Agustus lalu.
Dia merasa untuk merealisasikan program pembangunan perumahan ini juga perlu dibarengi dengan Kementerian yang mendukung. Dia menilai memang sudah seharusnya Kementerian Perumahan berdiri sendiri agar kinerjanya optimal.
Terakhir, dia menyayangkan sektor properti belum menjadi program stabilisasi nasional. Padahal menurut Joko properti merupakan salah satu sektor yang dapat mendongkrak perekonomian nasional.
“Dengan menjadi program stabilisasi nasional maka environment tadi seperti kebijakan, aturan bisa insya Allah akan ada relaksasi, simplifikasi dan sebagainya. Penganggaran pun sudah pasti disiapkan dengan lebih fokus,” jelasnya.
Senada dengan Joko, CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda mengungkapkan ada banyak evaluasi dari Program Sejuta Rumah Jokowi. Dia menilai program ini belum tercapai optimal.
“Karena kan dari target satu juta itu, tiap tahunnya paling 600 ribu sampai 700. unit yang terbangun. Dan itu sebetulnya 600 ribu sampai 700 ribu itu bukan sepenuhnya rumah buat MBR, buat rumah backlog, karena kan ada rumah dinas, ada rumah umum, ada juga pembiayaan rumah swadaya. Swadaya kan renovasi, jadi sebenarnya itu bukan buat mengurangi backlog sepenuhnya,” ungkapnya.
Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan dari program ini adalah mengenai anggaran. Sebagai program prioritas pemerintahan Jokowi, dia menilai jumlah yang dikeluarkan sangat sedikit yakni sekitar 1% dari APBN. Sementara, jika dibandingkan dengan keperluan untuk kesehatan atau pendidikan anggarannya bisa 5-6% dari APBN.
“Nah sektor perumahan sebetulnya yang jadi sektor unggulan Jokowi, kok hanya 1%. Ini kan jadi tidak maksimal gitu. Kita pun paham anggaran APBN terbatas, tapi harusnya bisa ditingkatkan minimal 5% gitu ya,” sebutnya.
Lalu, dia juga melihat beberapa rumah baru yang dibangun di era Jokowi banyak yang terbengkalai. Dia menyayangkan hal tersebut, seharusnya lokasi pembangunan rumah dekat dengan transportasi umum agar dekat kemana pun.
Terakhir, dia berharap nantinya Kementerian Perumahan bisa bahu membahu dengan Badan Bank Tanah dan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk percepatan pembangunan perumahan di Indonesia dan menekan angka backlog.
“Itu harusnya lebih dioptimalkan. Karena nanti tiga badan itu, Kementerian Perumahan, Badan BP3, sama Bank Tanah harusnya bisa berkoordinasi lebih bagus. Kalau itu kelembagaan itu berjalan, terutama dari pembiayaan akan menjanjikan,” pungkasnya.
Peran Perbankan Geber Program Sejuta Rumah
Program Sejuta Rumah (PSR) telah berlangsung sejak 2015 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan. Kala itu Presiden Joko Widodo mencanangkan program ini. Hingga 2023, total capaian PSR sudah mencapai 9,2 juta unit.
“Program Sejuta Rumah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dan menjadi program strategis nasional yang perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Capaian PSR dari tahun 2015 hingga 2023 sebesar 9.206.379 unit di seluruh wilayah Indonesia,” kata Direktur Jenderal Perumahan Iwan Suprijanto
Menurut Iwan, PSR merupakan program pemerintah untuk menyediakan hunian layak dan terjangkau untuk masyarakat di seluruh Indonesia.
Ia menambahkan, PSR adalah gerakan percepatan dan kolaborasi antara pemerintah dengan para pelaku pembangunan perumahan dalam menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sejak tanggal 29 April 2015 lalu.
Dalam pelaksanaannya, Kementerian PUPR juga terus mendorong kolaborasi dan sinergi dari berbagai mitra kerja di bidang perumahan seperti kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perbankan, sektor swasta, dan masyarakat.
Terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, M Hidayat mengatakan salah satu kunci keberhasilan program sejuta rumah ini adalah kelancaran proses penyaluran subsidi pembiayaan yang utamanya ditopang oleh perbankan.
Dalam hal ini, lanjut Hidayat, BTN sebagai bank pelat merah dengan pangsa pasar pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terbesar di Indonesia, punya peran yang cukup signifikan dalam memastikan terlaksananya program sejuta rumah ini.
“Salah satu hasil capaian Program Sejuta Rumah (PSR) merupakan hasil penyaluran KPR Subsidi yang dilaksanakan BTN,” ujar Hidayat saat mengikuti Sharing Session terkait Penyaluran KPR Subsidi di Indonesia Tahun 2024 di Jakarta.
Hidayat menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR juga akan terus berupaya melakukan sinergi serta koordinasi dengan para mitra kerja di bidang perumahan di Indonesia seperti pemerintah daerah, pengembang perumahan, perbankan, sektor swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan program penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat.
Hal tersebut ia sampaikan karena rumah layak huni merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mau tidak mau harus dipenuhi serta berdampak pada kehidupan sosial manusia.
“Kami di Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR juga memiliki sejumlah program perumahan seperti rumah susun, rumah khusus, rumah swadaya melalui penyaluran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) maupun pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) untuk rumah bersubsidi. Kami harap Bank BTN juga terus menyalurkan KPR nya untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) guna memiliki rumah bersubsidi dengan harga terjangkau dan angsuran yang tetap,” harapnya.
Direktur Consumer PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Hirwandi Gafar menyampaikan bahwa Bank BTN siap mendukung penuh Program Sejuta Rumah yang direncanakan oleh Presiden Joko Widodo pada salah satu Program Strategis Nasional sejak 2015.
Berdasarkan data yang ada, imbuhnya, pencapaian penyaluran KPR subsidi Bank BTN per Desember 2023 lalu sebanyak 167.346 unit terdiri dari KPR Sejahtera dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) BTN sebanyak 161.562 unit dan KPR Tapera BTN sebanyak 5.784 unit.
“Realisasi pencapaian KPR Subsidi Bank BTN dari tahun 1976 hingga 2023 tercatat 4,05 juta unit di seluruh wilayah Indonesia,”
Lebih lanjut, Hirwandi Gafar menjelaskan, Bank BTN merupakan bank yang benar-benar fokus pada sektor perumahan di Indonesia. Adanya bantuan pembiayaan perumahan berupa KPR bersubsidi diharapkan juga mampu memacu semangat pengembang dan masyarakat untuk memiliki rumah layak huni.
“Adanya pembangunan rumah untuk masyarakat diharapkan juga mampu mewujudkan keluarga yang bahagia, sehat dan memiliki harapan baru karena hidup gak cuma tentang hari ini tapi juga menatap masa depan,” tandasnya.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Direktur RUK, Fitrah Nur, Direktur Rumah Swadaya, Salahuddin Rasyidi dan Direktur Rusun, Aswin Grandiarto Sukahar serta perwakilan dari unit kerja di lingkungan Ditjen Perumahan.
Sedangkan perwakilan dari BTN yang hadir antara lain Kepala Divisi SMD, Budi Permana, Kepala Divisi SHAD, Abdul Firman, Stakeholder Relations Department Head PT. BTN (Persero) Tbk, Umi Hardinajati.